Pages

diatas puing kelam kenangan

Pasar swalayan di soekarno hatta, 21 februari 2009

Pasar swalayan cukup sepi hari itu, kondisi akhir bulan menahan para ibu-ibu pembelanja untuk tetap diam di rumah. Hanya ada beberapa ibu muda yang memilih sayuran segar, ada anak kembar perempuan yang berebutan meraup permen dalam kantong plastik bening, bapak-bapak yang memperhatikan layar tv besar-besar. Dan ada avara yang sedang mendorong kereta belanjaan yang sudah terisi setengahnya.

Dan ada sosok itu. Terlihat memunggunginya dari kejauhan. Memancarkan aura yang sudah ia hapal, berpakaian yang persis seperti karakter yang ia puja selama ini, celana jeans biru tua, kaus berkerah berwarna biru muda dan bersendal sekenanya.

Degupan jantung avara semain cepat, dalam hati ia berdoa agar perasaannya saja yang sedang iseng mengelabuinya, dalam hati ia meminta semoga itu bukanlah aruna. Karena seorang perempuan manis berdiri di sebelahnya, melingkarkan tangannya pada lengan aruna. Avara melihat mereka tertawa bersama di depan tumpukan sereal dan mie instan. Perlahan aruna mendekat dan memanggil dengan suara yang tertahan.

“aruna..?”

Seketika badan itu membalik, beradu pandang sekarang avara dan aruna. Perempuan manis disampingnya ikut menoleh keheranan. Ternyata perasaannya tidak pernah salah, ternyata ia begitu hapal aura aruna, dan mendadak ia benci itu semua.

“ara…” seperti menggantung aruna berkata. Tak disangkanya dia harus bertemu avara di tempat yang tidak direncanakan seperti ini. Tidak disangkanya avara harus melihat cincin pertunangan yang melingkar di jari manisnya dan di jari manis perempuan di sebelahnya.
Jeda beberapa detik berjalan sangat lambat dalam kepala mereka berdua. Dan dari kejauhan ada yang ingin ikut memanggil
“mama…..mama….alta boleh beli coklat yah?”

Sosok kecil itu menghampiri mamanya. Menghampiri avara.

“ara…” ucapan aruna sudah kian menggantung. Putaran detik sudah berbelas kali lebih lamban.
Hanya sejenak, memori indah tentang sms kilat, tentang chatting tengah malam, tentang pertemuan di kedai kopi, tentang jalan cikapundung, tentang kepingan puzzle hati yang sepertinya menemukan satu sama lain mulai meretak. Dan retakannya mulai meluruh hancur saat itu juga.
Dan disanalah mereka. Berdiri diam. Ditemani serakan puing kelam bernama kenangan.

btemplates

0 comments: