Pages

benci

Ini perkataan saya untuk saya ‘masa depan’. Masa depan bukan artinya 10-20 taun kedepan. Tapi untuk saya yang ada di depan setelah saya selesai menulis ini, mungkin hanya berjarak 5 menit atau 20 detik. Saya sengaja menuliskan untuk saya masa depan untuk mengingatan. Memori mu cukup parah. Jadi daripada hilang di dunia angan yang antah berantah saya tuliskan saja.

Kamu saat menulis ini sedang mengalami kebencian. Aura mu mungkin sedang berwarna merah tua bercampur abu yang lebih cenderung disebut hitam. Tirai kamarmu pun ditutup rapat. Kasian kamu, berusaha mencari tempat sembunyi paling aman. Tapi nihil. karena kamu memang tidak tahu harus sembunyi dari apa. Sinar matahari yang jarang-jarang muncul di November siang terpaksa kamu angkuhi. Udara yang masih bersih hasil siraman hujan kemarin malam pun kamu acuhkan. Kamu lebih memilih bergumul degan perputaran udara yang itu-itu saja.

Saat menulis ini kamu sedang memendam kebencian. Lalu kamu berpikir…kepada apa kebencian mu ini sebenarnya tertuju?

Kepada keadaan. Sebentar…sepertinya bukan. Beberapa hari ini kamu memang sedang terkurung dalam kemurungan. The world is not on your side. Tapi keadaan seperti ini sudah begitu akrab, tidak cukup alasan bagimu untuk membencinya. Kamu sudah banyak berlatih tentang melangkah gagah, jadi tenang saja wahai keadaan, kamu masih ada di posisi aman.

Kepada takdir. bah..bahkan sampai sekarang pun kamu masih kesulitan mengeja kata itu. Tidak mungkin kamu membenci sesuatu yang tidak kamu kenal pasti. Lagi pula kamu pernah bersepakat dengan dirimu sendiri untuk menghidupi jalan kehidupan apapun itu, takdir apapun yang menghadang di depan. Jadi kamu tidak mungkin membenci apa yang sudah kamu sepakati untuk diakrabi.

Kepada cinta. Ini lagi..kata sakti ini lagi. Bukan bukan..kamu tidak benci pada cinta. Ini kata yang teramat sangat sacral. Kamu bisa terkutuk sampai mati tanpa cinta. Jangan sampai. Itu yang kamu takutkan selama ini. Lagi pula kamu selama ini menjadi salah satu manusia penuh drama, yang menghadirkan cinta pada setiap episodenya, kamu terlalu cinta pada cinta, jadi tak mungkin kamu membencinya.

Kepada manusia. Bisa repot. Manusia ada bermilyar-milyar. Atau paling tidak ada ribuan yang kamu bisa lihat langsung di depan mata sepertinya kamu akan menjadi gila kalau nekat membeci mereka. Jangan merepotkan diri sendiri. Kebencian yang kamu pendam ini sudah lumayan membuat sabtu siangmu menjadi repot, repot-repot menyendiri dalam kamar, repot-repot menolak acara kumpul dengan teman-teman, repot-repot tidak makan dan uring-uringan. Jadi kamu tidak mungkin membenci manusia-manusia. Terlalu ribet, urusannya banyak.

Kepada tuhan. 100% kamu keliru. Mana mungkin kamu bisa benci pada tuhan. kamu ingat saat malam terlalu dingin kamu meminta kehangatan pada siapa. Kamu ingat saat angin terlalu kencang kamu minta penghalang pada siapa, saat badai terlalu mengamuk kamu berlindung pada siapa. Jelas tidak mungkin kamu membencinya. Dia itu salah satu tujuan sekaligus titik terang. Mana mungkin kamu mematikan satu-satunya titik yang selalu terang. mana mungkin kamu membenci figur sejati bernama tuhan.

Lalu pada siapa? Kamu masa depan pasti bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya dibenci setengah mati oleh kamu masa lampau.

Lucunya kamu justru tidak tahu. Kamu terlalu sibuk membenci sampai kamu lupa apa sebenarnya yang kamu benci. Aneh ya? Tidak apa-apa. Bersibuk sajalah membenci. Jadi manusia, dalam satu harinya toh harus juga merasakan ini. Merasakan aura yang sama hitamnya seperti bayangan. Sehingga tubuh kamu terbenam dalam gelap. Merasakan gelap untuk benar-benar menghargai terang. merasa terpuruk agar suatu saat tahu benar caranya berdiri.

Silahkan bergelap-gelap. Silahkan berhitam-hitam. Bersukur saja masih ada persaan benci yang masih bisa kamu singgahi.

btemplates

0 comments: